Ngamprah|INFONESIA.ME // Anggota DPRD Kabupaten Bandung Barat (KBB) yang juga Ketua DPD Partai Golkar KBB, H. Dadan Supardan, menyoroti dengan tegas berbagai persoalan yang muncul di balik pelaksanaan program Bantuan Gizi Nusantara (BGN) yang belakangan ramai menjadi sorotan publik akibat serangkaian kasus keracunan makanan massal di sejumlah sekolah.

Menurut Dadan, persoalan ini tidak hanya menyangkut aspek teknis di lapangan, tetapi juga menyangkut tanggung jawab moral dan administratif pemerintah daerah dalam memastikan keselamatan dan kesehatan masyarakat, terutama para siswa yang menjadi penerima manfaat program.

“Untuk BGN sendiri, saya sudah berkomunikasi dengan Plt Kepala Dinas Kesehatan terkait pembiayaan pengobatan korban keracunan. Kami di legislatif mendorong agar Dinas Kesehatan segera memperjelas koordinasi dengan pihak BGN, karena sampai saat ini belum ada kejelasan siapa yang bertanggung jawab atas biaya rumah sakit apakah pemerintah daerah atau pihak BGN,” ungkap Dadan Supardan, Kamis (23/10/2025) di Ngamprah.

Ia menjelaskan, hingga kini beberapa rumah sakit di Bandung Barat masih menunggu kepastian mekanisme pembayaran biaya perawatan pasien korban keracunan.

Total biaya yang muncul, kata Dadan, diperkirakan mencapai lebih dari Rp400 juta, sebagian besar berasal dari rumah sakit swasta yang menangani kasus tersebut.

“Kalau ternyata menjadi tanggung jawab pemerintah daerah, maka perlu ada langkah cepat untuk melakukan revisi anggaran. Ini persoalan kemanusiaan, jangan sampai pelayanan kesehatan terhambat hanya karena belum ada kejelasan administrasi,” tegasnya

Minta Evaluasi Menyeluruh dan Perbaikan SOP Dapur BGN

Lebih lanjut, Dadan menilai bahwa program BGN sejatinya adalah program baik dan memiliki nilai sosial yang tinggi karena bertujuan memenuhi kebutuhan gizi anak-anak sekolah.

Namun, ia menilai masih banyak kelemahan di tingkat pelaksanaan, terutama dalam hal pengawasan dan penerapan Standar Operasional Prosedur (SOP) di dapur penyedia makanan.

“Program ini punya niat baik, tapi pelaksanaannya harus dikawal lebih ketat. SOP dapur harus jelas dan benar-benar diterapkan. Kalau standar keamanan pangan diabaikan, dampaknya fatal seperti yang terjadi sekarang,” ujar Dadan.

Serangkaian kasus keracunan, lanjutnya, mulai dari Cihampelas, Cipongkor, Cisarua hingga Lembang, menunjukkan adanya pola kelemahan sistemik yang perlu segera dibenahi.

Menurutnya, kejadian ini seharusnya menjadi peringatan keras bagi pemerintah daerah dan BGN untuk tidak hanya menyalurkan bantuan, tetapi juga menjamin keamanan, mutu, dan kelayakan konsumsi makanan.

“Kita berharap kejadian di Cipongkor, Cihampelas, dan kini di Lembang, menjadi yang terakhir. Pemerintah daerah dan BGN harus duduk bersama, melakukan evaluasi menyeluruh agar kejadian serupa tidak terulang,” ujarnya.

Dorong Alokasi Anggaran Darurat dan Pengawasan Mitra BGN

Sebagai lembaga pengawas kebijakan publik, DPRD KBB juga mendesak agar pemerintah daerah menyiapkan alokasi anggaran tak terduga (contingency fund) untuk menangani kejadian luar biasa seperti kasus keracunan massal, wabah penyakit, dan bencana non-alam lainnya.

“Kami berharap Pemkab Bandung Barat memiliki pos anggaran darurat di sektor kesehatan. Tidak mungkin dapur pelaksana BGN mampu menanggung beban biaya seperti ini sendirian. Pemerintah daerah harus hadir dan bertanggung jawab,” ujar Dadan.

Ia juga menekankan pentingnya pengawasan ketat terhadap para mitra pelaksana program BGN, termasuk dalam proses perizinan dan sertifikasi dapur. Menurutnya, banyak dapur yang belum memenuhi standar, bahkan ada yang belum tersertifikasi secara resmi, namun sudah beroperasi.

“Ke depan, BGN harus lebih selektif dan ketat dalam menyeleksi mitra dapur. Sertifikasi memang penting, tapi tidak bisa menjadi satu-satunya jaminan. Dinas kesehatan dan pemerintah daerah wajib dilibatkan sejak awal untuk memastikan dapur benar-benar layak dan higienis,” paparnya.

Perkuat Sinergi dan Komunikasi Antarinstansi

Dadan Supardan menilai bahwa koordinasi antara pihak BGN, pemerintah daerah, dan Dinas Kesehatan mulai berjalan, namun masih perlu ditingkatkan dalam hal efektivitas dan kecepatan penanganan.

“Pasca kejadian di Cipongkor, kami melihat ada komunikasi antara BGN dan Dinas Kesehatan, termasuk soal sertifikasi dapur. Tapi komunikasi saja tidak cukup  perlu langkah konkret dan sistem pengawasan yang melekat agar kejadian seperti ini tidak lagi menimpa anak-anak kita,” katanya menutup.

Menurutnya, keberhasilan program BGN tidak hanya diukur dari jumlah makanan yang disalurkan, tetapi juga dari keamanan, mutu, dan tanggung jawab sosial di balik pelaksanaannya.

DPRD, tegas Dadan, akan terus mengawal program ini agar tetap berpihak pada masyarakat tanpa mengorbankan keselamatan publik.

 

Jurnalis   : AN/RED

Editor.   :   INFONESIA.ME