Kab.Bandung|Infonesia.me // PT Bandung Daya Sentosa (BDS), salah satu Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Pemkab Bandung yang berbentuk Perseroda, secara resmi memberikan tanggapan dan klarifikasi atas tudingan isu miring yang beredar di masyarakat.

Kuasa hukum PT BDS Perseroda, Rahmat Setiabudi SH mengungkapkan bahwa permasalahan sebenarnya yang terjadi antara para vendor dan PT BDS adalah murni utang piutang dalam bisnis pengadaan Ayam Boneless Dada (BLD).

PT BDS mengakui masih memiliki kewajiban sebesar Rp 105,4 miliar kepada beberapa vendor penyedia BLD. Hal ini terjadi karena PT BDS mengalami keterlambatan pembayaran dari Cahaya Frozen Raya (CFR) sebesar Rp 127 miliar berdasarkan invoice PT BDS ke PT CFR.

Kerjasama antara PT BDS Perseroda, PT CFR dan para vendor berawal dari kerjasama pengadaan BLD berdasarkan Perjanjian Kerjasama antara para pihak atau kerjasama B to B (bussiness to business).

“Jadi kami tegaskan, sejak awal ini adalah murni bisnis B to B (business to business) antara para pihak yakni PT BDS, PT CFR dan para vendor,” ujar Rahmat kepada awak media di Soreang, pada Selasa (29/07/2025).

Berdasarkan hasil analisa, investigasi serta adanya fakta dan bukti-bukti yang ada, kata dia, tidak ditemukan adanya perbuatan pidana dalam kasus ini.

“Ini murni masalah perdata, dan PT BDS juga termasuk pihak yang dirugikan akibat keterlambatan pembayaran PT Cahaya Frozen kepada PT BDS. Tidak ada unsur penipuan di sini,” ungkap Rahmat.

Hal ini dibuktikan dengan adanya perjanjian kerjasama antara para pihak sejak akhir 2023. Kemudian adanya PO (purchase order) atau dokumen pesanan PT CFR kepada PT BDS serta adamya invoice PT BDS kepada PT CFR yang di dalamnya termasuk BAST yang ditandatangani para pihak termasuk vendor yang bekerjasama dengan PT BDS.

Tak hanya itu, lanjut Rahmat, bukti dan fakta lainnya yaitu adanya surat teguran dari PT BDS kepada PT CFR terkait pembayaran, somasi PT BDS kepada PT CFR serta tanggapan somasi dan pengakuan utang dari PT CFR kepada PT BDS terkait utang/kewajiban bayarnya sebesar Rp 127,2 miliar kepada PT BDS.

Berkaitan dengan kasus gagal bayar tersebut, PT BDS telah melakukan langkah hukum PKPU terhadap PT CFR di Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan nomor perkara 142/Pdt.Sus-PKPU/2025/PN Niaga Jkt.Pst serta Dirut PT BDS telah memohonkan pendampingan kepada JPN ASDATUN Kejati Jabar.

Hal itu dilakukan untuk mendorong agar PT CFR segera menyelesaikan kewajiban membayar piutang sebesar Rp 127 miliar kepada PT BDS, agar kemudian PT BDS dapat membayar tagihan sebesar Rp 105,4 miliar kepada para vendor penyedia BLD.

Nilai kewajiban kepada vendor sebesar Rp 105,4 miliar tersebut merupakan sisa dari total seluruh tagihan atau kurang lebih 40 persen dari total tagihan. Artinya lebih dari 60 persen sudah dibayarkan oleh PT BDS kepada para vendor.

“Dan ini sama sekali tidak ada kaitan dengan Bupati Bandung atau Pemkab Bandung. Kami sangat menyayangkan ada pihak-pihak yang menggiring opini tidak benar dan terjadi pemutar balikan fakta terkait berita yang berkembang,” tuturnya.

Transaksi dan dinamika keuangan ini sepenuhnya merupakan bagian dari aksi korporasi dan hubungan keperdataan antar badan hukum, yang tunduk pada aturan Perseroan Terbatas, bukan ranah pidana apalagi politik elektoral.

Menurutnya, Bupati Bandung sebagai KPM (Kuasa Pemilik Modal) hanya memiliki kewenangan normatif dalam hal kebijakan strategis dan tidak memiliki kewenangan operasional atas transaksi sehari-hari PT BDS.

Rahmat menduga ada pihak-pihak tidak bertanggung jawab yang ingin memperkeruh suasana dengan menunggangi kasus gagal bayar ini sehingga digiring ke ranah politis dan dugaan pidana. Padahal jelas, kasus ini merupakan kerjasama bisnis antara para pihak yang tidak melibatkan pemerintah daerah.

Penggiringan opini sesat dan niat jahat pihak yang menunggangi kasus ini terlihat jelas dari disebarkannya “teaser” salah satu tayangan podcast sebelum podcast itu resmi dirilis dengan dibumbui judul bombastis dan provokatif.

Oleh karena itu, mengaitkan persoalan perdata PT BDS dengan tuduhan ‘setoran pilkada’ adalah fitnah yang menyesatkan, tidak berdasar secara hukum, dan berpotensi melanggar UU ITE Pasal 27 Ayat (3) dan Pasal 28 Ayat (2) karena menyebarkan berita bohong dan menimbulkan kegaduhan.)ll

Pihaknya mempertimbangkan untuk melaporkan pihak-pihak yang menyebarkan isi-isu hoax, pengiringan opini negatif dan pemutar balikan fakta melalui media sosial dengan jeratan UU ITE.

“Kami mengimbau masyarakat dan media untuk tidak mudah terprovokasi oleh narasi yang sarat kepentingan politik jangka pendek, dan justru mengabaikan prestasi serta transparansi yang telah dibangun Pemkab Bandung di bawah kepemimpinan Bupati saat ini,” tuturnya.

Rahmat meyakini masyarakat sudah cerdas untuk melihat kasus ini secara objektif. Masyarakat tidak akan mudah termakan penggiringan opini sesat dan tidak berimbang. “Hari ini kami sampaikan fakta sesungguhnya agar masyarakat tidak termakan isu hoax,” tegasnya.

 

Jurnalis  : Yans.

Editor      : Infonesia. me