Bandung Barat | INFONESIA.ME // Dunia pendidikan di Kabupaten Bandung Barat kembali tercoreng. SD Negeri Pancasila, yang terletak di Desa Gudangkahuripan, Kecamatan Lembang, kini tengah jadi sorotan publik. Pasalnya, muncul dugaan adanya praktik pungutan liar (pungli) dengan berbagai dalih, mulai dari uang kas, biaya komputer, hingga iuran untuk guru honorer, padahal sekolah tersebut sudah menerima kucuran Dana BOS ratusan juta rupiah dari pemerintah.
Kabar ini terungkap setelah sejumlah orangtua murid angkat suara. Mereka mengeluh karena beban iuran sekolah semakin menekan, meski status sekolah tersebut negeri.
“Awalnya saya anggap biasa. Tapi makin lama, pengeluaran makin banyak. Ada uang kas Rp15 ribu, uang komputer Rp25 ribu, iuran guru honorer Rp25 ribu, belum lagi pembelian buku yang bisa ratusan ribu rupiah. Rasanya berat sekali,” keluh salah seorang wali murid, Senin (25/8/2025).
Lebih jauh, wali murid itu menuturkan bahwa pihak sekolah terkesan tidak transparan soal penggunaan Dana BOS. Padahal, dana tersebut sejatinya diberikan pemerintah untuk meringankan biaya pendidikan.
“Saya tidak tahu uang BOS itu dipakai untuk apa. Jangankan mendapat bantuan, dengar laporannya pun tidak pernah. Kalau memang sudah ada dana BOS, kenapa orangtua masih harus bayar banyak iuran?” ujarnya dengan nada kecewa.
Keluhan serupa juga muncul terkait pembelian buku yang disebut ‘sukarela’, namun faktanya tetap ditagihkan. Bahkan, tunggakan tahun sebelumnya pun masih ditagih.
“Katanya boleh bayar seikhlasnya, tapi kenyataannya tetap ditagih. Kalau tidak beli buku, anak cuma bisa fotokopi. Tapi akhirnya tetap saja keluar uang. Mau tidak mau, kami beli juga demi anak tidak ketinggalan pelajaran,” imbuhnya.
Payung Hukum: Putusan MK yang Dilanggar?
Padahal, Mahkamah Konstitusi (MK) sudah tegas melarang segala bentuk pungutan dalam pendidikan dasar, baik di sekolah negeri maupun swasta. Putusan MK Nomor 3/PUU-XXII/2024 menegaskan bahwa negara wajib menyelenggarakan pendidikan dasar secara gratis.
Ironisnya, jargon “sekolah gratis” yang digembar-gemborkan pemerintah seakan hanya cerita indah di atas kertas, karena realita di lapangan justru berkebalikan.
Kepala Sekolah Membantah
Saat dikonfirmasi, Kepala SDN Pancasila, Ela Komala, menolak tudingan adanya pungutan. Ia menegaskan bahwa tidak pernah ada rapat yang membicarakan iuran wajib orangtua.
“Saya pastikan tidak ada pungutan dari pihak sekolah. Kalau pun ada, itu inisiatif lama dari komite sebelumnya. Saya hanya pernah sosialisasi visi misi sekolah, bukan urusan keuangan,” katanya, Selasa (16/9/2025).
Ela bahkan menyebut, beberapa iuran yang masih berjalan terkait kerjasama dengan pihak Yayasan Al Azhar, terutama untuk fasilitas komputer. Menurutnya, sekolah tidak ikut campur dalam pungutan tersebut.
Namun, temuan di lapangan menunjukkan bahwa kartu pembayaran lama masih digunakan oleh pos murid kelas untuk melakukan penagihan. Hal ini tentu menimbulkan tanda tanya besar mengenai pengawasan pihak sekolah terhadap komite maupun yayasan.
Dana BOS: Ada, Tapi di Mana?
Data resmi mencatat, SDN Pancasila mendapatkan Dana BOS tahun ajaran 2024–2025 sebesar Rp288.480.000. Angka yang tidak kecil. Namun, papan informasi yang seharusnya menjelaskan penggunaan dana justru masih menampilkan rincian tahun sebelumnya, dan lokasinya sulit diakses orang tua murid.
Kondisi ini memperkuat dugaan bahwa transparansi pengelolaan Dana BOS di SDN Pancasila jauh dari harapan.
Harapan Orang tua & Desakan Publik
Para orang tua berharap aparat penegak hukum, termasuk Inspektorat Daerah, segera turun tangan melakukan investigasi. Bahkan, Bupati Bandung Barat, Jeje Ritchie Ismail, didesak untuk memberikan perhatian serius.
“Negara harus hadir menjamin pendidikan anak bangsa, bukan sekadar slogan kosong,” tegas seorang wali murid.
Hak atas pendidikan gratis sudah jelas dijamin konstitusi. Sayangnya, di lapangan, banyak orang tua murid masih harus berjuang menghadapi pungutan yang tak kunjung usai.
Jurnalis : Tim Investigasi/Red
Editor. : Infonesia.me
Tinggalkan Balasan