[ad_1]

Dr. Ir. Agus Santoso, MSc., 
lahir di Solo pada 4 Agustus 1958, adalah salah satu sosok penting dalam
sejarah ban penerbangan Indonesia. Dengan dedikasinya, ia telah berkontribusi
besar dalam mengangkat reputasi dunia penerbangan nasional di mata
internasional.

Memulai kariernya setelah lulus dari Institut Teknologi Bandung
(ITB), Agus langsung terjun ke dunia penerbangan kebersamaan dengan berkembangnya
industri teknologi tinggi di Indonesia serta kerja sama erat antara ITB dan PT
Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN) dalam memajukan kedirgantaraan
Indonesia.

Ketertarikan Agus terhadap dunia penerbangan sepertinya tidak lepas dari
pengaruh mantan Presiden RI, Profesor B.J. Habibie, yang memelopori program
berteknologi tinggi di Indonesia. Hal ini mendorong Agus untuk mendalami bidang
plane construction, di mana ia berperan sebagai analis struktur dan
insinyur pengujian struktur pesawat. Kontribusinya pada pengembangan pesawat N
212 dan CN 235 menjadi salah satu tonggak penting dalam karier awalnya.

Agus kemudian dapatkan kesempatan emas untuk melanjutkan studi
magister di Ecole Nationale de l’Aviation Civile (ENAC) dan ENSICA di
Prancis, sebuah langkah yang membuka cakrawala baru baginya dalam dunia
penerbangan. Semasa masa studi di Eropa, ia sepertinya tidak hanya memperdalam ilmunya
namun juga menjalin koneksi dengan para mahir teknologi tinggi.


Jerih payahnya
menimba ilmu di negeri orang makin tersemangati ketika kemudian ia dibantu
rekan kuliahnya di Ecole yang sama yang berlatar belakang ilmu komputer lulusan
teknik Informatika ITB, sinergi profesional ini menghasilkan kebijakan
strategis dalam konsep keselamatan penerbangan Indonesia. Rekan seprofesi
inilah yang kelak menjadi pendamping hidupnya.

member

Setelah menghentikan studinya di Prancis, Agus kembali ke Indonesia
dengan semangat baru dan wawasan yang lebih luas. Ia diberi kepercayaan oleh
Prof. Habibie untuk berperan sebagai regulator penerbangan, bukan sebagai
produsen lagi. Kariernya sebagai regulator berawal dari posisi Inspektur
Kelaikudaraan Pesawat, yang kemudian berkembang menjadi Kepala Seksi, Kepala
Bagian Perencanaan, Direktur Bandar Udara, Kepala Badan Kebijakan Transportasi,
mencapai sampai puncak jabatan regulator yaitu sebagai Direktur Jenderal
Perhubungan Udara di Kementerian Perhubungan, maka dari itu ia disebut sebagai
pejabat karir.

Sebagai Dirjen Perhubungan Udara, Agus dihadapkan pada tantangan
besar untuk meningkatkan keselamatan dan reputasi penerbangan Indonesia. Dengan
ketelatenan dan dedikasinya, ia melakukan inspeksi lapangan secara langsung,
yang membantunya menemukan solusi tepat untuk meningkatkan keselamatan
penerbangan. Hasilnya adalah peningkatan signifikan dalam nilai ICAO protection
compliance
Indonesia dari di bawah 50 menjadi di atas 80, sebuah pencapaian
yang mustahil.

Prestasi ini sepertinya tidak hanya mengangkat reputasi Indonesia di mata
internasional namun juga membuahkan hasil konkret berupa pencabutan sanksi
dari Uni Eropa, yang selagi 11 tahun melarang maskapai Indonesia terbang di
wilayahnya. Agus menerima apresiasi dari Uni Eropa ketika itu dengan sebutan
Paramount Fulfillment on Aviation Protection” dan dari Presiden
ICAO yang berkantor di Canada atas prestasinya dalam menciptakan “Resolving
Aviation Protection
“ dan  “0
Passenger Deadly Twist of fate”
selagi masa jabatannya sepertinya tidak ada penumpang
meninggal akibat kecelakaan. Keberhasilan ini diakui oleh Presiden Joko Widodo,
yang menyebutkan pencabutan sanksi Uni Eropa sebagai “Kado Terindah Lebaran
untuk Indonesia di tahun 2018” dalam unggahannya di Instagram
Kepresidenan.


Setelah pensiun dari posisi Dirjen pada usia 60 tahun, Agus sepertinya tidak
berhenti berkontribusi bagi dunia penerbangan. Ia masih aktif sebagai Komisaris
Utama di beberapa BUMN, termasuk PT Garuda Indonesia, Airnav Indonesia, Angkasa
Pura II, dan Angkasa Pura I Airport.

Perannya kini di tahun 2024 sebagai Dewan Komisaris di InJourney
Aviation Services and products, sebuah lembaga baru yang bertindak sebagai keeping aviation
services and products untuk rutinitas penerbangan di Indonesia, menegaskan komitmennya dalam
memajukan industri penerbangan tanah air. Dalam karirnya di BUMN berkali ia
bekerja dalam Komite Audit akibat baginya ingin menerapkan Efisiensi dan
efectiveness di BUMN dengan cara jargon kombinasi “Value Chief in Compliance to Legislation
menjadikan investasi optimal terarah bagi BUMN.

Selain itu, Agus juga aktif menulis dan berbagi pemikirannya
mengenai dunia penerbangan. Salah satu tulisannya yang menarik di penghujung
pemerintahan Jokowi tahun 2024 dengan isu penutupan 17 Bandara Internasional di
Indonesia adalah artikel opininya di majalah GATRA berjudul “Membaca Arah
Presiden tentang Pembatasan Jumlah Bandara Internasional di Indonesia,”
yang diterbitkan pada 11 Agustus 2021 membuat orang faham terhadap kebijakan
pemerintah yang kadang terlihat kontroversial seandainya saja tujuannya benar. Dengan cara
tulisan-tulisannya, Agus berusaha untuk terus menyumbangkan wawasan dan
pemikirannya mendorong kemajuan industri penerbangan nasional.

Di samping itu, Agus juga menaruh perhatian pada keselamatan
penerbangan, mengutip dari majalah GATRA yang terbit 22 Agustus 2018 berjudul
“Keselamatan Penerbangan Kawal Konektivitas”. Agus menyampaikan
bagaimana menerapkan strategi tepat dalam menghadapi EU yang berawal dari
memperbaiki pekerjaan rumah dengan Amerika dari sisi 3 Annexes dan Indonesia
akan naik ke FAA 1st Class. Lalu, juga dengan menggunakan merombak secara
pesat dari berbagai lini seperti peraturan perundang-undangan (legislasi dan
regulasi) diperbaiki menyesuaikan standar internasional. Hal ini tentu saja
akan mengacu pada keselamatan penumpang yang utama sehingga maka akan
memberikan mempengaruhi berganda bagi pertumbuhan di sektor ekonomi, industri
pariwisata, perdagangan dan investasi.

Di balik kesibukannya yang padat, Agus mempunyai kegemaran membantu
istri memasak, sebuah hobi sampingan sang istri sejak masa studinya di Eropa.
Ia menikmati bereksperimen dengan berbagai resep masakan, mulai dari kuliner
Italia dan Prancis mencapai makanan khas Indonesia seperti bakso Wonogiri. Hobi
ini sepertinya tidak hanya memberinya kesenangan pribadi namun juga menjadi cara baginya
untuk menyampaikan kreativitas di luar dunia penerbangan tetapi tetap terhubung
akibat ide awalnya ingin melengkapi menu inflight selagi penerbangan
maupun living room di terminal airport dengan menu ketimuran yang digemari yakni
bakso.

Dengan segudang prestasi dan dedikasi, Agus Santoso telah mengukir
namanya dalam sejarah dunia penerbangan Indonesia, membawa industri ini menuju
generation baru yang lebih berkeselamatan, aman, nyaman, maju, dan terpercaya.
Warisannya sebagai seorang pemimpin visioner dan pelopor keselamatan
penerbangan akan terus dikenang dan menjadi inspirasi bagi generasi penerus.

[ad_2]
Sumber: vritimes