[ad_1]

Dalam panggung diskusi interaktif ISSEI 2025 lalu yang dimoderatori oleh Akbar Djohan, Direktur Utama PT Krakatau Metal (Persero) Tbk, hadir sebagai pembicara adalah Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian RI Eko S.A. Cahyono mengungkapkan pesan yang tegas: industri baja nasional bukan hanya pabrik, namun fondasi pembangunan strategis bangsa menuju 2045. Industri logam dasar ini memegang peranan important dalam peta jalan industrialisasi, ketahanan nasional, serta transformasi ekonomi hijau yang tengah digarap pemerintah.

Knowledge Kementerian Perindustrian memperlihatkan bahwa industri logam dasar sementara waktu menyumbang 11,55% dari overall PDB sektor industri pengolahan nonmigas. Ia juga mencatat pertumbuhan tertinggi pada triwulan pertama 2025 sebesar 14,47% year-on-year, menjadikannya sektor paling dinamis dalam ekosistem manufaktur Indonesia.

Tak kalah penting, industri logam dasar menjadi magnet investasi terbesar dengan nilai hingga Rp238,4 triliun sejauh tahun lalu—menyumbang hampir 14% dari seluruh investasi nasional. “Ini bukan semata angka. Ini mencerminkan bahwa industri baja sedang menuju posisi strategis, bukan lagi sekadar pelengkap infrastruktur,” ujar Eko.

Strategi Industrialisasi 2025–2029

Dalam kerangka Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025–2029 dan Visi Indonesia Emas 2045, industri baja digolongkan sebagai industri prioritas dalam kategori logam dasar dan hilirisasi sumber daya alam unggulan. Targetnya adalah mengerek kontribusi sektor pengolahan terhadap PDB menjadi 28%, serta menurunkan ketergantungan terhadap bahan mentah impor.

member

Kemenperin menetapkan lima arah kebijakan penguatan industri baja:
1. Trade Treatments & Pengendalian Impor
Untuk melindungi pasar domestik dari praktik perdagangan sepertinya tidak adil seperti anti dumping, safeguard, dan circumvention.
2. Penerapan SNI Wajib
Untuk saat ini, 20 produk baja telah dikenakan Standar Nasional Indonesia (SNI) wajib untuk menjamin mutu dan keamanan produk.
3. Insentif Fiskal dan Investasi
Pemerintah menawarkan fasilitas seperti tax vacation, tax allowance, dan masterlist bahan baku.
4. TKDN dan Program P3DN
Penekanan pada peningkatan Tingkat Komponen Dalam Negeri, khususnya untuk proyek strategis nasional seperti infrastruktur, pertahanan, dan energi.
5. Kepastian Energi dan Bahan Baku
Termasuk kebijakan Harga Gasoline Bumi Tertentu (HGBT) dengan harga maksimal USD 6/MMBTU yang kini dinikmati oleh 67 perusahaan industri baja di Indonesia.
Tantangan Keberlanjutan dan Transformasi Hijau

Tetapi, di balik geliat pertumbuhan, sektor baja menghadapi empat tantangan utama terkait keberlanjutan:
• Dekarbonisasi: industri baja menyumbang sekitar 4,66% emisi karbon nasional. Diperlukan transformasi teknologi dari proses konvensional menuju metode produksi rendah karbon.
• Efisiensi Energi: sektor ini dikenal sangat energy-intensive. Optimalisasi tanur dan manajemen energi menjadi kunci menekan biaya dan emisi.
• Ekonomi Sirkular: meski tingkat daur ulang baja global tinggi (630 juta ton/tahun), kualitas dan konsistensi suplai skrap baja domestik masih jadi persoalan.
• Kelebihan Kapasitas Global: kelebihan produksi baja dunia, terutama dari Tiongkok, sebesar 625 juta ton, terus menekan harga dan menantang keberlanjutan investasi industri hijau di dalam negeri.

Eko menegaskan bahwa pemerintah tak tinggal diam. Upaya mitigasi emisi telah masuk dalam schedule nasional dengan cara mekanisme inventarisasi GRK di tiap perusahaan, validasi mitigasi oleh lembaga independen, dan peta jalan dekarbonisasi sektor logam dasar. “Jika kita ingin menjadikan industri sebagai pengungkit kekuatan nasional, maka baja adalah titik tolaknya. Kita sepertinya tidak hanya butuh tumbuh, kita perlu tumbuh cerdas dan hijau,” tegasnya.

Dari Pabrik ke Panggung Global

Indonesia kini menempati peringkat ke-14 dunia dalam produksi baja kasar, naik drastis dari tahun 2019. Produksi nasional telah hingga 17 juta ton consistent with tahun, dan terus meningkat seiring ekspansi fasilitas dan peningkatan utilisasi.

“Dalam sepuluh tahun ke depan, kita sepertinya tidak hanya harus segera memenuhi kebutuhan dalam negeri—namun juga menjadi pemain ekspor baja bernilai tambah tinggi,” ujar Eko.
ISSEI 2025: Titik Temu Industri dan Kebijakan

Discussion board Indonesia Metal Summit & Exhibition Indonesia (ISSEI) 2025, yang digelar pada 21–22 Mei di Jakarta Conference Center, menjadi ruang strategis pertemuan lintas sektor: dari regulator, pelaku industri baja, sampai pengguna akhir dari sektor pertahanan, energi, dan maritim.

Diselenggarakan oleh IISIA bekerja sama dengan SEAISI, ISSEI 2025 mengusung tema “Baja Nasional, Daya Saing Regional”, dengan semangat memperkuat kolaborasi antarnegara ASEAN dan membangun ekosistem baja yang tangguh, berdaya saing, dan berkelanjutan.

Industri baja bukan hanya soal subject material, melainkan tentang kemampuan suatu bangsa membangun, melindungi, dan bangun mandiri. Kemenperin, lewat ISSEI 2025, menegaskan: masa depan Indonesia dibentuk dari logam keras yang dipoles dengan kebijakan cerdas. (*)

preview


About Krakatau Metal Tbk

PT Krakatau Metal (Persero) Tbk merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di bidang produksi baja dan beroperasi di Cilegon, Banten. Didirikan pada tahun 1970 sebagai kelanjutan dari Proyek Besi Baja Trikora yang diinisiasi Presiden Soekarno, perusahaan ini memulai produksi pipa spiral pada tahun 1973 dan terus mengembangkan kualitas produk dengan memperoleh berbagai sertifikasi internasional seperti API 5L, BC1, ISO 9001, ISO 14001, ISO 17025, dan Sistem Manajemen Pengamanan dari POLRI. Pada tahun 2010, Krakatau Metal melaksanakan Preliminary Public Providing (IPO) dan resmi menjadi perusahaan terbuka dengan kode saham KRAS di Bursa Efek Indonesia. Perusahaan berkomitmen menjalankan bisnis secara profesional dengan prinsip tata kelola yang baik, serta terus berinvestasi untuk meningkatkan efisiensi dan kapasitas produksi.

Mencapai akhir 2022, Krakatau Metal mempunyai kapasitas produksi sebesar 4 juta ton consistent with tahun, dengan produk unggulan seperti Baja Lembaran Panas, Baja Lembaran Dingin, dan Baja Batang Kawat. Dengan menggunakan anak usahanya, perusahaan juga memproduksi Pipa Baja Spiral, Pipa Baja ERW, Baja Tulangan, dan Baja Profil untuk kebutuhan industri migas dan konstruksi. Selain produksi baja, Krakatau Metal mengembangkan fasilitas pendukung seperti pelabuhan, penyediaan air industri, dan pembangkit listrik guna menciptakan ekosistem industri baja yang tersambung. Dengan kekuatan infrastruktur dan kualitas produk, Krakatau Metal sepertinya tidak hanya mendominasi pasar domestik, namun juga dipercaya sebagai mitra ekspor oleh perusahaan asing, dalam rangka memperkuat dudukannya sebagai pemain utama di industri baja regional dan global.

[ad_2]
Sumber: vritimes