INFONESIA.ME |Bandung Barat //
Kabupaten Bandung Barat kembali diguncang kabar memilukan. Puluhan siswa dari beberapa sekolah di wilayah Cisarua terpaksa dilarikan ke rumah sakit setelah mengalami gejala mual, pusing, dan sakit perut hebat usai mengonsumsi makanan dari katering MBG yang menjadi penyedia konsumsi program makan siang sekolah.
Tragedi ini bukan sekadar kasus keracunan biasa, tetapi menjadi cermin rapuhnya pengawasan mutu pangan publik, terutama yang menyangkut anak-anak sekolah generasi penerus bangsa.
Menanggapi hal tersebut, Anggota DPRD Kabupaten Bandung Barat, Fither Tjuandys, D.I.P., M.M, dari Ketua Komisi III DPRD, turun langsung meninjau lokasi kejadian dan memantau kondisi korban di rumah sakit.
Dalam kunjungannya, Pither mengungkapkan keprihatinan mendalam sekaligus amarah moral atas lemahnya sistem kontrol pangan di tingkat penyedia maupun pengawasan pemerintah.
“Saya datang langsung ke rumah sakit. Ada 39 siswa yang harus dirawat karena keracunan makanan. Ini sangat serius, dan tidak boleh dianggap hal sepele. Nyawa manusia apalagi anak-anak sekolah tidak boleh jadi korban dari kelalaian pihak manapun,” tegasnya.
Menurut Pither, hasil pantauan di lapangan menunjukkan adanya indikasi kelalaian prosedural dan higienitas dapur MBG. Ia menilai dapur yang menjadi sumber pengolahan makanan tersebut harus segera disidak dan diaudit secara menyeluruh, mulai dari sertifikasi, proses pengadaan bahan, sampai mekanisme pengemasan dan distribusi.

“Kami minta pemerintah bersama DPRD Komisi III turun langsung sidak dapur MBG di Cisarua. Harus dicek apakah mereka punya sertifikat laik higiene dan kelayakan pangan. Kalau tidak, itu pelanggaran berat,” ujarnya.
Lebih jauh, Pither menekankan pentingnya penelusuran alur rantai produksi makanan. Ia menjelaskan, proses masak yang terlalu lama, atau bahan mentah yang sudah tidak segar, bisa menjadi penyebab utama munculnya racun biologis.
“Bayangkan, kalau bahan daging sudah disiapkan malam hari, lalu dimasak pukul 12 malam dan baru diantar jam 8 pagi berarti sudah 8 jam dibiarkan dalam suhu ruang. Bakteri berkembang cepat, dan begitu dikonsumsi anak-anak, hasilnya bisa fatal,” tambahnya dengan nada prihatin.
Pither tidak hanya berhenti pada kritik. Ia mendorong agar seluruh dapur katering publik di KBB diaudit ulang, terutama yang bekerja sama dengan lembaga pendidikan, rumah sakit, dan instansi pemerintahan.
“Kalau tidak bersertifikat, tidak higienis, dan tidak sesuai SOP tutup saja! Jangan main-main dengan urusan perut masyarakat. Ini soal tanggung jawab dan kepercayaan publik,” tegasnya lagi.
Politisi Partai Demokrat yang dikenal vokal dalam isu sosial dan pengawasan publik ini juga mengingatkan bahwa efek dari kasus ini bukan hanya fisik, tetapi juga psikologis dan sosial.
“Masyarakat sekarang takut. Mereka trauma. Banyak orang tua bilang lebih baik anaknya bawa bekal sendiri daripada makan dari program yang tidak jelas kualitasnya. Ini kerusakan kepercayaan publik yang butuh waktu lama untuk dipulihkan,” ujarnya.
Lebih lanjut, Pither menyoroti peran penting Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, dan Satuan Pelaksana Program Gizi (SPPG) sebagai garda depan pengawasan pangan di lingkungan sekolah.
Ia menegaskan bahwa lembaga-lembaga tersebut tidak boleh lepas tangan, karena mereka memiliki kewenangan langsung dalam menentukan vendor penyedia makanan untuk anak-anak.
“SPPG dan dinas harus memperketat pengawasan internal mereka. Siapa pun yang ditunjuk sebagai penyedia makanan harus benar-benar diseleksi ketat dan dipantau secara berkala. Ini bukan sekadar urusan administrasi, tapi menyangkut keselamatan manusia,” ujar Pither menekankan.
Ia juga meminta agar hasil evaluasi dan audit dari pemerintah disampaikan secara terbuka kepada publik untuk menghindari spekulasi dan menjaga transparansi.
“Publik berhak tahu siapa yang lalai, siapa yang bertanggung jawab. Ini bukan untuk mencari kambing hitam, tapi agar ada pembenahan sistem dan tidak ada korban lagi di masa depan,” imbuhnya.
Sebagai wakil rakyat dari daerah yang terdampak langsung, Pither menegaskan komitmennya untuk mengawal proses penelusuran dan evaluasi kasus ini sampai tuntas.
“Kita akan kawal sampai ada kejelasan. Kalau memang ada unsur kelalaian atau pelanggaran, harus ada sanksi. Jangan biarkan hal ini berlalu tanpa perbaikan konkret,” pungkasnya.
Makna Lebih Dalam dari Pernyataan Pither Tjuandys
Kasus ini bukan hanya soal keracunan massal, tetapi juga potret lemahnya sistem distribusi pangan publik, kurangnya pengawasan lintas sektor, serta rendahnya kesadaran akan pentingnya sertifikasi dan SOP kesehatan makanan.
Seruan Pither menjadi panggilan moral agar pemerintah daerah, lembaga pendidikan, dan para penyedia jasa makanan tidak lagi mengabaikan keselamatan masyarakat demi efisiensi biaya atau kejar target program.
Karena pada akhirnya, setiap kotak nasi yang dibagikan bukan hanya sekadar makanan tapi juga amanah kehidupan.
Jurnalis. : An/Red
Editor. : InfoNesia.me