InfoNesia.me | Bandung Barat //
Dinas Perumahan dan Permukiman (Perkim) Kabupaten Bandung Barat kembali mengambil langkah strategis dalam upaya meningkatkan kualitas hidup masyarakat, khususnya di sektor perumahan.
Bertempat di Gedung B Dinas Perkim KBB, pemerintah menggelar Sosialisasi Tingkat Kabupaten mengenai pelaksanaan program Uti Lahu (Rumah Tidak Layak Huni) Tahun Anggaran 2025.
Acara ini menjadi momentum penting untuk mempertegas komitmen pemerintah daerah dalam menuntaskan persoalan hunian tak layak, sekaligus mengurai berbagai tantangan yang selama ini dihadapi masyarakat di lapangan.

176 Rumah Siap Dibangun di 86 Desa: Upaya Pemerataan yang Lebih Terarah
PLT Kepala Bidang Perkim KBB, Yadi Supriadi, menjelaskan bahwa tahun ini pemerintah mengalokasikan pembangunan 176 unit rumah yang tersebar di 86 desa dari total 165 desa yang ada di Bandung Barat. Anggaran seluruhnya bersumber dari APBD Perubahan 2025.

Berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, sasaran program tahun ini difokuskan di luar kawasan kumuh, guna memastikan pemerataan bantuan dan menjangkau warga yang belum terakomodasi dalam program lain seperti penanganan kawasan kumuh terpadu.
Lebih jauh, Yadi menegaskan bahwa pekerjaan fisik akan dimulai secepatnya pekan depan, dengan target rampung sebelum akhir Desember 2025. Meskipun waktu relatif sempit, pihaknya yakin pelaksanaan bisa tercapai dengan dukungan kolaborasi berbagai pihak.
Mengurai Kendala Lapangan: Dari Cuaca, Anggaran, hingga Perbedaan Data
Dalam paparannya, Yadi tidak menutup-nutupi berbagai tantangan yang muncul. Ia menjelaskan bahwa program Ruti Lahu 2025 sempat terkendala cuaca ekstrem, serta keterlambatan pencairan anggaran yang berimbas pada jadwal pelaksanaan.

Selain itu, terdapat perbedaan standar data antara pemerintah daerah dan BPS. BPS menggunakan pendekatan desil dan menuntut swadaya tinggi, sementara Perkim melihat kondisi langsung di lapangan dan menetapkan prioritas yang lebih fleksibel.
Hal ini menyebabkan beberapa warga yang sangat membutuhkan kadang tidak terjaring data pusat, sehingga perlu intervensi kebijakan daerah.
Menurut Yadi, beberapa rumah bahkan harus dibangun ulang total, bukan sekadar diperbaiki
“Ada unit yang kondisinya benar-benar tidak bisa dipertahankan. Jadi harus dibangun ulang dari pondasi, struktur utama, sampai atap. Minimal struktur dasarnya harus selesai dan aman untuk dihuni.”
Skema Baru Penyaluran Bantuan: Tidak Lagi Tunai, Lebih Terarah & Tepat Material
Yadi menjelaskan perubahan signifikan dalam mekanisme penyaluran bantuan.
Jika pada tahun-tahun sebelumnya dana kadang ditransfer langsung ke masyarakat atau melalui toko, tahun ini bantuan lebih terstruktur melalui KSM atau pihak ketiga untuk meminimalkan risiko penyalahgunaan dan memastikan kualitas material sesuai standar teknis.

Rinciannya sebagai berikut:
1. Rp17.500.000 ditransfer langsung ke penyedia material.
2. Rp2.000.000 untuk biaya tenaga kerja, mengutamakan gotong royong warga sekitar.
3. Rp500.000 untuk kebutuhan administrasi.
Dengan sistem ini, penerima manfaat memperoleh material yang siap bangun, sementara tenaga kerjanya diharapkan mengutamakan partisipasi tetangga atau keluarga.
Skema ini dianggap lebih efektif karena lemahnya daya beli material akibat harga bahan bangunan yang naik dan biaya tukang yang melambung.
Data 15.000 Rumah Tidak Layak: PR Besar yang Mulai Dipetakan
Sejak tiga tahun terakhir, Perkim terus memperbarui data rumah tidak layak huni. Saat ini, jumlahnya mencapai lebih dari 15.000 unit, tersebar di seluruh kecamatan.
Penentuan penerima manfaat tidak dilakukan secara sepihak; usulan berasal dari pemerintah desa, karena desa dinilai paling mengetahui kondisi warganya secara detail.
Desa juga berperan mengurutkan mana yang paling prioritas, sehingga bantuan benar-benar tepat sasaran.
Yadi menegaskan peran Dewan juga penting untuk mendorong perluasan anggaran:
“Kalau ada dukungan dari DPRD, kuota bisa bertambah. Kita ingin tiap tahun minimal menyentuh 500 unit rumah.”
Target Besar 2026 dan Usulan ke Pemerintah Pusat
Untuk tahun 2026, Perkim tengah mengajukan program lebih besar melalui aplikasi nasional KRISNA ke Kementerian terkait.
Usulannya meliputi:
1. 111 unit di kawasan kumuh
2. 238 unit di luar kawasan kumuh
Total sementara: 349 unit
Namun angka itu masih bisa berkembang menjadi 500 unit sesuai pembahasan dengan Dewan.
Kabar baiknya, Balai Besar PKP juga membuka dukungan dari pihak swasta seperti Lippo Group. Tahun ini tersedia 150 unit untuk beberapa kabupaten, dan Bandung Barat mendapat jatah 100 unit. Tahun depan kuota bisa naik hingga 350 unit.
Tidak Hanya Rumah: Perlu Kolaborasi untuk Air, Sanitasi, dan Lingkungan
Yadi menegaskan bahwa peningkatan kualitas hidup warga tidak bisa bergantung pada rumah saja.
Harus ada kolaborasi lintas sektor seperti:
1. Dinas Sosial
2. BPR
3. Bidang sanitasi
4. Penyedia layanan air bersih
5. Pemerintah desa
“Kalau kita bicara rumah layak huni, itu tidak hanya dinding dan atap. Ada sanitasi, air bersih, lingkungan. Semua harus bergerak bersama,” tegas Yadi.
Harapan Besar untuk Warga Bandung Barat
Dengan bergulirnya program ini di 86 desa, pemerintah berharap dapat memicu penurunan signifikan jumlah rumah tidak layak huni, sekaligus membuka ruang partisipasi warga melalui gotong royong, pendataan, dan pengawasan.
Program RutiLahu menjadi gambaran bahwa negara hadir bukan hanya melalui pembangunan fisik, tetapi melalui upaya nyata memastikan setiap keluarga memiliki tempat tinggal yang aman, sehat, dan bermartabat.
Jurnalis. : An/Red
Editor. : InfoNesia.me





